Rabu, 10 Juni 2015

Nostalgia di Pulau Tak Berpenghuni

Saat camping di Pulau Mede
Pulau Mede adalah salah satu Pulau kecil tak berpenghuni, tak banyak diketahui orang Bahkan jarang dikunjungi wisatawan karena tidak terpromosikan ke publik keindahan wisatanya. Namun, Pulau ini telah mengukur banyak cerita nostalgia saya ketika berada di sana.

Tepatnya pukul 05.10 WIT pada Minggu (07/06/2015), saat gerimis dan angin laut berhembus di utara Kota Ternate,  Ipang (28), teman saya dengan kendaraan bermotor datang ke Rumah, di Tafure, tempat saya tinggal. Dengan maksud “Bayar Niat” untuk berpergian ke Pulau Mede di depan Desa Popilo, Tobelo, Halmahera Utara. Salah satu pulau kecil tak berpenghuni yang selalu saya rindukan.

Agenda ini kali kedua, saya bersama Ipang berniat pergi setelah setahun. Namun, niat ini ternyata mengundang niat teman saya yang satu ini, Dzul. Alasanya, tahun kemarin, ia tidak sempat ikut. Dzul mengunakan motor matic, sedangkan saya berboncengan dengan Ipang. Kita bertiga akhirnya menuju Pelabuhan Ferry di bastiong dengan tujuan menuju Sidangoli.

Menumpangi Ferry Kerapu berkisar dua jam perjalanan ke Sidangoli. Dengan modal tiket satu kendaraan bermotor Rp42.000 dan tiket perorang Rp.19.000.

Untuk menuju ke Tobelo dari Kota Ternate, bisa juga menggunakan jasa speed boad dengan harga perorang Rp50.000 ke Sofifi lalu naik angkot menuju Tobelo dengan harga tiket Rp.100.00 perorang. Jarak tempuh kurang lebih 3-4 jam perjalanan.

Tobelo terletak di semenanjung utara Pulau Halmahera, berbatasan dengan kecamatan Kao dan Galela di selatan. Dengan  luas daratan 808,4 Km2 dan dihuni oleh sekitar 83.575 jiwa (Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Halut tahun 2012).

Sesampai di Sidangoli, tak lupa kita periksa keadaan kendaran, mulai dari ban, kondisi oli, hingga bahan bakar motor. Tidak lupa memakai jaket untuk menahan terik matahari maupun hujan yang mungkin nanti mengguyur tiba-tiba di tengah perjalanan.

Kurang lebih lima jam perjalanan kita bertiga sampai di Tobelo. Saat itu, kondisi cuaca kurang mendukung, awan hitam menyelimuti alam Halmahera Utara, beruntung saat di Tobelo, sesampai di rumah saya, di Dufa-Dufa, barulah hujan lebat mengguyur. Malam itu juga, selepas ba’dah Isya hujan redah. Kita menuju Popilo bertemu Humaidi Djaguna (28), saya biasa menyapanya Aidi. Malam itu kita menyusun agenda, jika esok hari tidak hujan, kita berniat naik gunung Dukono, mandi di Air Panas Mamuya, lalu ke Pulau Mede.

Setelah berbincang, kita bertiga balik ke Dufa-Dufa. Menginap semalam di rumah saya, rumah panggung di atas Pantai Dufa-Dufa.

Malam itu, gongongan halilintar menemani tidur kita, seng yang bocor membuat air hujan leluasa masuk ke bilik kamar. Dzul tertidur pulas sambil mendengkur di samping kanan saya, namun Ipang di samping kiri saya tidak bisa tidur nyenyak akibat percikan air yang keluar dari atas seng. Saya sedikit minder dengan kondisi ini.

Hingga pagi tiba, langit masih mendung, dan akhirnya beberapa jam kemudian hujan lebat. Putus asa menghampiri, untuk bepergian. Beruntung sore harinya, hujan reda. Niat pun terpenuhi. Menuju Pulau Mede.
Gunung Mamuya terlihat dari Pulau Mede

Terlepas dari keindahan wisata pulau-pulau lain, seperti pulau Dodola, Zum-zum, bahkan wilayah "nostalgia" perang dunia kedua lainnya di Halmahera. Pulau Mede tetap menjadi nostalgiaku, Pulau kecil yang tidak banyak dikunjungi oleh orang-orang.

Tidak hanya keindahan pulaunya, keramahan, dan budaya orang Popilo inilah yang selalu membuat saya rindu akan kampung ini. beberapa kali saya ke Pulau Mede, beberapa masyarakat selalu meminjamkan sampan tanpa harus saya mengeluarkan uang sepeserpun sebagai upah sewa.

Kurang lebih 10 menit mendayung sampan dari Desa Popilo ke Pulau Mede. Di sana,
Bersama teman akrab yang telah menjadi saudara angkatku, Aidy, Wirahai Fadel, Dzul, dan Ipang kita mengukir kisah-kisah indah di Pulau ini. mendirikan tenda seadanya, dan membuat bifak untuk tempat memasak.

Aidy bercerita, dulunya, masyarakat setempat selalu mencari kerang di laut saat bulan terang, lalu kemudian menemukan Pulau Mede. Mede sendiri artinya bulan terang. Saat itulah masyarakat mulai menamakan pulau pulau Mede. 

Selain Pulau Mede, Pulau Tagalaya, Kakara, Pantai Kupa-Kupa, Telaga Paca, Kumo, Luari, Pulau Meti, Pantai Carlen Pitu, Rorangane, Pawole, Pasir Timbul, Bukit Doa di kaki Gunung Dukono, serta Air Terjun Jembatan Batu menjadi daya tarik para wisatawan.

Meskipun demikian, terlepas dari keindahan wisata Pulau-Pulau di Tobelo, Halmahera Utara, Pulau Mede selau menjadi tempat bernostalgia saya dengan teman-teman. Selain jauh dari hiruk-pikur kebisingan kota, pulau tak berpenghuni ini menyediakan sumber makanan, seperti pisang, kelapa muda, ikan segar di laut, pepaya, dan buah-buahan lainnya yang ditanam oleh masyarakat sekitar. Tradisi “baku kasih” bahan makanan masih terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar