...ini kisahku, pada tahun 2008-2009, menjadi Anggota PILAS Institute. saat itu, Sokola Rimba bekerja sama dengan PILAS untuk memberikan pendidikan alternatif di komunitas Togutil di Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata, Halmahera, Maluku Utara. Selama dua bulan lebih, saya tinggal dengan komunitas togutil bersama Habibi, Guru Sokola Rimba. Setalah itu, kisahku terhenti. ini sebatas kerjasama antar lembaga.
Hingga pada tahun 2013, hanphone saya berdering. Habibi mengghubungi, menanyai kabar soal aktivitas keseharian saya. Tidak banyak ngobrol, Habibi hanya melontarkan pertanyaan yang tak bisa saya tolak. "Ayo bergabung dengan Sokola, kita mengajar di Asmat, untuk lebih lanjud, nanti Kang Dody yang telpon".
Akhirnya, setelah lima tahun, saya pun bergabung ke Sokola dan mulai berangkat dari ternate menuju Kranji Bekasi, di Rumah Sokola dan bertemu para pendiri Sokola.
Saat itu, Senin, 14/10/2013 malam, berkisar pukul 20.10 WIB saya dan
Kusnul Wahyu (Pulunk) memulai perjalanan. awal dari kantor Perkumpulan Sokola di jalan
Jenggala 1 No 7 Kompleks Depnakertrans, Kranji, Bekasi menuju Bandara
Soekarno-Hata untuk Perjalanan udara menuju Timika ke Asmat, Papua. Tepatnya di Kabupaten Agats
sebelum ke Mumugu Batas Batu lokasi kita mengajar.
pesawat Garuda boing GA O652
yang kami tumpangi batas cek-in pukul 21.30 WIT dan berangkat pukul 22.00
WIB, Kita butuh waktu satu setengahjam untuk ke bandara. Sedangkan waktu normal
kurang lebih dua-tiga jam untuk sampai ke bandara. Malam itu,Kak'Butet (Sapaan Ketua
Perkumpulan Sokola Rimba Butet Manurung) bersedia mengantarkan kita ke bandara
sambil nyetir mobil, ngebut!.
Sebelumnya, dalam perjalanan ke Bandara, nafas saya
terengah-engah, wajah terlihat pucat pasih, Kak Butet yang waktu itu menyetir
mobil juga panik sebab harus melaju dengan kecepatan tinggi, terburu-buru jangan
sampai saya dan Pulunk ketinggalan pesawat padahal, beberapa kali jalanan
macet. Namun hebatnya Kak Butet mampu meredamkan suasana ketegangan saya yang
waktu itu ketakutan dengan lajunya mobil. Sambil menyetir mobil, Kak Butet
masih sempat bercerita suka-duka di Rimba-Jambi saat menjalankan Program Sokola
Rimba. Seru!
Al-hasil, kita sampai ke bandara pukul 21.25 WIB. Masih ada
sisa waktu lima menit untuk cek-in. ciuman di pipi dari Kak Butet sebagai tanda salam
berpamitan adalah hal yang tak bisa dilupakan oleh kita. Hal itu pun dirasakan oleh murid-muridnya di rimba yang juga menjadi guru bagi kak Butet. Bagi saya, ciuman pipi tersebut
menandakan kasih sayang Kak Butet terhadap anggota guru Sokola dan sebagai
tanda salam sayang untuk murid-murid Sokola, berdasarkan pengalamannya selama
di Jambi.
Pesawat pun menuju Denpasar, Bali. Berkisar 50 menit
perjalanan lanjut ke KabupatenTimika, Papua. Harga tiket pesawat Garuda
perorang Rp2.817.000,00Pagi itu Hari Raya Idul Adha 1434 H, 15/10/2013 pukul
06.30 WIT, kita sampai di Timika, Papua. Sesampai di Timika, 30 menit
perjalanan langsung dengan pesawat berkapasitas penumpang sembilan orang menuju
bandara Ewer, Kabupaten Asmat. Ada yang unik di sini cek-in harus ditimbang barang beserta penumpang untuk mengantisipasi
berat muatan, ini pengalaman pertama dalam hidup kita.
Kurang lebih muatan kita 57 kg ditambah berat badan saya 50kg
dan Pulunk 80Kg. Untuk menuju Ewer kita harus mengeluarkan uang senilai Rp.
2.200.000.000. Di Ewer perjalanan lanjut menuju Agats, kota di atas papan. Pukul 11.00 WIT
kita sampai di Kantor Keuskupan Agats, Asmat, Papua. Bertemu dengan Pastor
Hendrik. Pukul 11.30 setelah itu kita bertemu dengan Habibi dan Agung di rumah
tamu Keuskupan Agats. Kita berkoordinasi terkait perkembangan Sokola literasi
di Mumugu Batas Batu.
Kata Habibi, Sokola dengan Keuskupan melalui Pastor Hendrik,
sedang mengadakan belajar bertani dan membuat kolam ikan di samping sekolah
untuk murid-murid. Jadwal belajar mengajar (dalam perkembangan akan
berubah) pada Senin-Selasa proses
Baca-tulis, Rabu pagi pelajaran Agama yang dibawakan oleh Anselmus S.
Prera (29) Guru Katekis Keuskupan Agats. Sore harinya belajar baca tulis, Kamis pagi dan sore belajar mengajar, Jumat
Olahraga, Sabtu libur, Minggu Ibadah.
Melihat Pendidikan di Mumugu Batas Batu, Asmat
Kurang lebih 90 anak usia 0-4 dan 15-19 tahun dan pemuda di atas umur 20-an buta aksara, selain itu, guru menjalankan tugasnya hanya sebatas sebagai pekerjaan, tidak untuk sebagai pengabdian mengajarkan akan pentingnya pendidikan padahal, gaji para guru untuk daerah terpencil cukup besar di daerah Asmat itu.
Melihat Pendidikan di Mumugu Batas Batu, Asmat
Kurang lebih 90 anak usia 0-4 dan 15-19 tahun dan pemuda di atas umur 20-an buta aksara, selain itu, guru menjalankan tugasnya hanya sebatas sebagai pekerjaan, tidak untuk sebagai pengabdian mengajarkan akan pentingnya pendidikan padahal, gaji para guru untuk daerah terpencil cukup besar di daerah Asmat itu.
Para guru PNS pernah ditugaskan di Mumugu Batas
Batu namun alasan dengan kondisi wilayah (tidak ada sinyal, kesulitan mengajar,
dan 90 persen masyarakat Mumugu Mengidap penyakit kusta) membuat para guru
tidak betah untuk tinggal.
Beberapa guru juga pernah diusir oleh masyarakat dengan
alasan mengajar hanya setengah hati alias sehari mengajar seminggu tidak,
bahkan ada yang mengajar hanya dua hari, lalu beralasan turun ke Kabupaten Agats
untuk belanja padahal sudah tidak balik lagi.
Di lain pihak, kondisi anak-anak murid kurang kosentrasi saat
mengajar disebabkan kondisi tubuh yang mengidap penyakit seperti malaria, kusta
dan lainnya.
Maria
Goretti Yonathan salah satu guru SD di Agats, Kabupaten Asmat mengatakan di Papua khususnya di Asmat banyak orang-orang tidak
mau sekolah. Selain itu, banyak guru yang tidak mau mengajar dengan alasan
kondisi geografi. ”Jadi, langkah pertama
seharusnya membangun kepercayaan pada murid akan pentingnya pendidikan sebab,
banyak murid yang tidak percaya lagi dengan guru,” kata Maria yang juga
rencananya akan menjabat sebagai Kepala Sekolah SD di Mumugu Batas Batu.
”Seharusnya
para guru khususnya yang bertugas di daerah terpencil harus betul-betul
mengabdi bukan hanya menjalankan pekerjaan sebagai guru.Selain itu, tunjangan
untuk guru daerah terpencil saja cukup besar berkisar 10 juta, ada guru yang
baru bertugas sudah menerima tunjangan,” katanya. Guru tamatan SMA bergaji
Rp.900.000,lulusan D2 Rp.1,2 juta, dan S1 Rp.1,8 juta perbulan. Untuk dana BOS berkisar 175.000.000.” tambahnya.
Bersambung................
Bersambung................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar