Kamis, 25 Juni 2015

kereta Malaria



Rabu 06 Nov 2013

Sebelumnya, pada  02 November kita kedatangan TNI 10 orang yang berencana tinggal di Pustu, kata mereka, atas izin dari Dinas Pekerjaan Umum. Pada 05 November Mumugu Batas Batu kedatangan empat orang dari dinas kesehatan, salah satunya Dokter Muda, Kita tidak tahu nama mereka yang juga datang ke Pustu tempat kita tinggal. Dokter Muda itu sepetinya sudah terbiasa dengan lingkungan di sini. Mereka duduk di depan Pustu sambil mengeluarkan alat-alat medis, infirmasi lain, mereka pernah ke sini saat ada proyek penanganan penyakit Kusta.

Siang itu Kepala Suku Daniel Menja lewat di depan Pustu, tiba-tiba Dokter Muda itu memanggil Kepala Suku  ”Bapak Menja, sebentar sore suru masyarakat ke sini ya,”Ujar dokter muda itu, Kepala Suku hanya mengiyakan.

”Oh iya bapak Menja Bagaimana Kabar? Saya sudah di tugaskan ke sini. Saya tinggal di sini tugas sampai 10 tahun,” kata Dokter Muda itu dengan tegas. Dalam hati kita bersyukur, selain masyarakat akan lebih mudah berobat, kita juga mudah untuk memeriksa kesehatan ketika sakit, kebetulan saya dan Habibi mengidap malaria dan Pulunk mengidap tipus.

Sore harinya masyarakat berkumpul untuk memeriksa kesehatan mereka kembali, ini kedua kalinya mereka periksa kesehatan karena mereka semua, mulai dari anak-anak sampai orangtua mengidap penyakit kusta. Malam harinya para dokter itu memutar kembali video saat pertama kali mereka melakukan pengobatan penyakit kusta yang juga dihadiri Menteri Kesehatan.

Keesokan paginya, Kita kaget bukan main. Masih teringat di kepala Kita, kata dokter muda itu, dia akan tinggal di sini karena tugas bahkan sampai 10 tahun. Entengnya ia berjanji kepada Kepala Suku.

Pada sore harinya tiba-tiba kepala saya pusing sangat, menggigil, ternyata malaria saya kambuh lagi, mulut tidak hentinya komat-kamit, entah waktu itu ngomong apa. Habibi yang melihat saya langsung berinisiatif  memanggil Suster Belandina membangun kios di Batas Batu, ia juga membantu masyarakat berobat secara gratis.

”Saya panggil suster ya. Kamu mau diinsfus?” Tanya Habibi, saya langsung menolak dengan enteng, merasa masih kuat. Habibi dan Pulunk langsung ke suster, namun mereka kembali hanya dengan membawa beberapa jenis obat. Setelah tiga hari, saya merasa malaria saya tidak kunjung sembuh, setiap sore dan malam hari, malaria datang bak kereta api yang lewat. Menggigil.

Ketika  sakit, aktivitas baca tulis untuk kelompok saya ditangani oleh Pulunk, saya hanya bisa melihat murid-murid dari balik jendela. Terdengar mereka saling berbisik ”Ado..kasihan kuri kita sakit, kita sayang pak guru”.

Menjelang tiga hari, saya kemudian memutuskan untuk berkunjung ke suster sore harinya. Padahal masih tidak kuat jalan, saya coba paksakan diri. Sesampai di tokonya suster, salah satu penjaga toko mengatakan kalau suster sedang ke Agats, tidak sadar kalau Pulunk dan Habibi mengikuti dari belakang.”Tadi pagi saya sudah cek, suster sudah ke Agast,” kata Habibi.

Ketika malaria, makanan apa saja yang masuk ke mulut terasa hambar. Saya coba paksa makanan masuk ke mulut. Saat makan, selalu berpikir-menghipnotis diri  bahwa makanan ini lezat sekali, akhirnya bisa makan. Dalam jangka waktu empat hari, makan yang teratur, akhirnya saya sembuh.

Pakaian kotor bertumpuk karena semenjak malaria sering keringatan hingga gonta-ganti pakaian. Belum seminggu saya sudah mau berolahraga mengeluarkan keringat. Namun, dalam seminggu itu pula, kereta malaria datang lagi, beruntung malam itu ada pak mantri dari TNI yang menyuntik saya. Paginya ia pun menawarkan untuk menyuntik vitamin. Alhasil malaria saya berkurang.

Penyakit Menyerang Guru Sokola Rimba

Senin 18 Nov 2013

Malaria belum juga sembuh total, tiba-tiba penyakit Pulunk kambuh lagi, kali ini cukup parah, selama tiga hari ia hanya terkapar di tempat tidur meskipun sudah minum obat malaria yang diberikan suster. Namun entah mengapa hari itu ia tetap ingin mengajar. Kali ini proses belajar di ruang Sekolah yang letaknya tidak begitu jauh dari Pustu. Pulunk sempat muntah saat berjalan menuju sekolah.

Habibi terlihat khawatir, ia kemudian mengajak Pulunk untuk sama-sama turun ke Agats untuk berobat ke RSU Agats hingga pulih kembali, kebetulan Habibi juga harus kembali ke Makassar jadi ia tidak balik lagi ke Batas Batu.

”Kamu mau turun juga ya, atau tinggal dulu sambil mengajar” Tanya Habibi ke saya.
Berapa lama nanti di sana,” Tanya aku.

Bersambung..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar