10
Desember 2013
Sebelumnya saya, Pulunk, dan Ansel sudah menyusun
rencana belajar di luar ruangan beratapkan awan, berdindingkan hutan. Murid usia remaja dan
murid kelas bermain bisa belajar sambil bermain bersama.
Kali ini di
seberang sungai, pelabuhan kecil menjadi tempat
target kita belajar bersama murid. Ansel dan Pulunk mulai memberikan
beberapa pertanyaan. Semua
murid mulai membuat lingkaran berdiri sama-sama. Sementara beberapa murid yang
lain membuat api untuk memasak buat makan siang bersama.”Apa yang kalian
ketahui tentang sekolah. Sekolah itu untuk apa?”Tanya Ansel ke murid-murid.
Murid-murid yang tadinya gaduh terpaku diam. Tiba-tiba
salah satu murid bersuara ”Sekolah untuk pintar!” Pulunk mengajak yang
lain juga untuk berbicara, ”Sekolah untuk
jadi manusia,” celetuk
Steven. Mendengar
peryataan Steven, Pulunk, saya, dan Ansel terpaku.
Setelah itu Ansel memberikan soal Matematika dengan
bentuk bercerita. Murid-murid mulai terlihat menyembunyikan jarinya sambil
berhitung, murid yang lain mencoba menghapal dalam hati.
Sementara Pulunk dan Ansel bertanya pada murid, saya
asik bermain dengan murid-murid yang lain, membuat trik baru seperti berolahraga.
Semua tangan dan kaki bergerak sambil menghitung mundur dan selesai dengan
berteriak bersama ”Sekola untuk Kehidupan”.
Keceriaan pun tergambar di wajah murid-murid. Keesokan harinya,
murid-murid mulai kegiatan memotong rumput dan menanam bibit jagung di halaman
sekolah.
Bersambung..............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar